Kegiatan dan Kiprahnya

Menjadi generasi robbani - Menjadi generasi robbani

Minggu, 10 Juli 2011

Air Mata Rasulullah SAW

Oase Iman
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum --peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik alaaa wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

NB:
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.

Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka. Amin... Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangimu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu diakhirat ristulah generasirobbani.

sumber : milis


kafemuslimah.com
Read More.. Read More..

Senin, 23 Mei 2011

Kekuatan Pengasuhan Guru

Ada kekuatan di balik kata pengasuhan, seperti apa kekuatan itu? Apakah pengasuhan juga termasuk bagian dari kekuatan pembentukan karakter anak-anak? . “Generasi ini butuh orang yang bermental pengasuh”, tutur seorang trainer saat penulis mengikuti pelatihannya.

Belakangan ini kampus-kampus yang mencetak para generasi pendidik semakin merebak dimana-mana. Sehingga jumlah lulusan para pendidik baru di salah satu kampus di Jakarta saja setiap tahunnya kurang lebih 11 ribu lulusan yang siap diterjunkan di dunia pendidikan untuk menjadi “ GURU”. Penulis kali ini mengerucutkan kata “Pengasuhan” untuk seorang GURU. Guru haruslah memiliki kekuatan pengasuhan untuk anak didiknya. Pengasuh berbeda dengan pengajar atau pendidik.

Namun, dalam tulisan ini kita tidak akan memperdebatkan 3 kata di atas. Justru, kita para Guru harus mempunyai kesepakatan bersama bahwa kita “ Siap mengemban amanah warisan yang diberikan oleh Nabi”. Warisan itu adalah ilmu dan para guru-lah yang punya tanggung jawab secara moral dan profesi untuk mentransformasikan ilmu kepada umat.

Tatkala kita sebagai guru mulai berfikir bagaimana cara Nabi shallalahu alaihi wa sallam mencetak generasi para sahabat di zamannya sehingga menjadi generasi yang berkualitas, maka model generasi seperti itulah yang kita rindukan di zaman sekarang ketika kita mulai serius mengkaji sistem dan metode pengajaran Nabi.

Begitupula kalau kita buka lembaran sejarah keemasan peradaban islam akan muncul nama-nama semisal Umar bin Abdul Aziz, Abdurrahman Ad Dakhil, Sultan Muhammad Al Fatih, dan semua pewaris peradaban di zamannya, kehidupan mereka tidak luput dari keuletan seorang guru yang mengasuh mereka.

Ketika seorang guru yang diamanahi Abdul Aziz, ayah dari Umar bin Abdul Aziz yang ketika itu menjadi gubernur di Mesir, sang guru diberikan kewenangan oleh sang ayah semua yang diperlukan seorang guru sekaligus pengasuh. Semua tindakan yang mengarah kepada proses pendidikan dan kedisiplinan diizinkan untuk diambil selama Umar dalam pengawasannya.

Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz yang masih kecil terlambat untuk datang sholat fardu berjama’ah di masjid, kemudian ditanyakanlah oleh gurunya mengapa ia terlambat dan ia menjawab ” Pembantu saya menyisir rambut saya dahulu”. Gurunya kemudian mengingatkannya ” jadi kamu mementingkan menyisir rambutmu dari pada sholat ?” Bukan hanya sebuah teguran yang diberikan sang guru kepada anak didiknya tentang urgensi sholat berjama’ah tepat waktu bagi seorang lelaki akan tetapi laporan tentang kejadian itu segera sampai kepada ayahnya di Mesir. Ayahnya kemudian meminta Umar agar mencukur gundul rambut kepalanya. Akhirnya Umar mematuhi perintah sang ayah untuk mencukur rambutnya, bukan karena semata taat kepada perintah kedua orang tuanya tetapi sebagai bentuk rasa takutnya terhadap panggilan Allah dalam sholat di mana ia hadir terlambat.

Bayangkan hanya masalah rambut, seorang guru begitu perhatiannya untuk mengasuh Umar untuk tidak mengulanginya lagi, yaitu berlama-lama mengurus rambut sehingga melalaikan sholat. Sang guru memberikan sebuah pelajaran syariat tentang keutamaan shalat berjama’ah juga pelajaran tentang hidup berdisiplin. Ada sesuatu yang penting tetapi ada sesuatu yang jauh lebih penting. Dan itulah pelajaran hidup. Itulah pelajaran yang hanya muncul dari guru yang berjiwa pengasuh, tidak hanya proses transformasi ilmu semata tetapi bagaimana ilmu itu diaplikasikan dalam hidup juga termasuk ilmu yang tak kalah penting.

Maka, kalau kita lihat kondisi sekarang ada beberapa guru yang memilih profesi bekerja menjadi seorang guru berdasarkan “berapa jam ia mengajar dalam satu hari, setelah jam itu berakhir berakhir pula interaksinya bersama anak didik” maka ada sebuah proses yang terputus. Mungkin boro – boro ( bahasa Jakarta) mikirin lalainya anak sholat karena rambut, bisa jadi hanya untuk mengenal nama-nama muridnya dikelas ia mengajar saja tidak ingat-ingat sampai lulus. Mengajar hanya sebuah tuntutan profesi agar haknya segera dipenuhi. Kewajiban itu hanya didalam kelas diwaktu jam pelajarannya dan begitu selesailah itu semua begitu selesai.

Nauzubillah…semoga kita bukan tergolong guru yang seperti itu…

Maka dari itu, sangatlah penting keberadaan guru berjiwa pengasuh. Karena pengasuhan lebih bermakna luas daripada pengajaran, ada proses berfikir jauh kedepan bagaimana perkembangan generasi penerus yang berkualitas, ada proses untuk terus membangun manusia berkarakter, ada proses pembinaan akhlak dan ada ikatan yang sangat kuat antara guru sang pemberi dan murid sang pencari .

Sahabatku, mari kita sama-sama saling menjaga semangat untuk tetap menjadi Guru yang mempunyai mental pengasuh… mari hadirkan dalam diri kita keikhlasan dalam memberikan ilmu kepada anak didik kita….mari kita perhatikan perkembangan akhlak mereka lebih dari perkembangan otak mereka

Selamat buat para guru, karena guru adalah pekerjaan yang sehat. Karena guru adalah pekerjaan yang mulia, karena guru, kehadirannya dirindukan umat lantaran amanah ilmu yang mereka emban. Karena guru pengasuh yang hebat pasti akan lahir dari tangan mereka generasi yang hebat… Generasi ini rindu Guru pengasuh yang Hebat…www.cahayasiroh.com
Read More.. Read More..

Kamis, 05 Mei 2011

Doa Tidak berbatas Logika

Apa yang bisa kita bayangkan ketika kita sangat ingin memiliki keturunan dan senantiasa melantunkan do’a kepada sang pencipta agar Ia menganugrahkan keturunan kepada kita. Sementara itu usia kita sudah sangat renta. Isteri yang telah menemani kita dalam usia pernikahan yang panjang tidak juga membuahkan keturunan, bahkan sudah dalam kondisi menopause. Apakah kita akan berhenti berharap ?

Kesuburan rahim wanita, kekuatan fisik seorang pria, hubungan suami isteri dan segala macam bentuk hubungan kausalitas (sebab akibat) itu semua tidak mempengaruhi sifat Allah sebagai Khaliq dan Fathir. Bukankah Adam terlahir tidak dari rahim seorang ibu ? Bukankah Isa Alaihissalam terlahir tanpa ayah ? Itu semua mengajarkan kepada kita untuk lebih bijak melihat hakikat dari sebuah penciptaan.

Hakikat Allah sebagai Fathir dan Khaliq. Karena sebab akibat, proses dari akhir kesempurnaan sebuah ciptaan bukanlah sesuatu yang membatasi Allah menciptakan dari suatu yang tidak ada menjadi ada. Batasan ini pula yang tidak boleh pernah ada dalam logika berpikir kita ketika menempatkan Allah sebagai Khaliq mau pun Fathir.



Adalah Zakaria Alaihissalam, seorang laki-laki tua renta dengan isteri yang telah mandul. Di mana hukum kausalitas, sebab akibat, proses normal untuk menghasilkan keturunan, seluruhnya mengarah kepada probabilitas tidak mungkin dalam logika berpikir manusia. Atau bahkan untuk logika kedokteran hari ini.

Tapi lihatlah optimisme dirinya dalam berdo’a, Zakaria begitu yakin kalau Allah tidak pernah membuat ia kecewa dalam do’anya.



Kaaf Haa Yaa 'Ain Shaad
(yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria,
Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
ia berkata "Ya Tuhanku, Sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, Ya Tuhanku.
dan Sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, Maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera,
yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan Jadikanlah ia, Ya Tuhanku, seorang yang diridhai".
Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan Dia.
Zakaria berkata: "Ya Tuhanku, bagaimana akan ada anak bagiku, Padahal isteriku adalah seorang yang mandul dan aku (sendiri) Sesungguhnya sudah mencapai umur yang sangat tua".
Tuhan berfirman: "Demikianlah". Tuhan berfirman: "Hal itu adalah mudah bagi-Ku; dan sesunguhnya telah aku ciptakan kamu sebelum itu, Padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali". (QS. Maryam : 1- 9)


Lihatlah, ketika Allah memberi kabar kepada Zakaria bahwa kelak dia akan memiliki anak yang di beri nama oleh Allah. Sebuah nama yang penuh keberkahan karena diberikan oleh zat yang maha Agung dan belum pernah ada sebelumnya. Sungguh kegembiraan yang luar biasa, hampir-hampir ia tidak percaya Allah mengabulkan do’anya. Sampai-sampai hadir sebuah pertanyaan untuk menguatkan kabar gembira itu, “Bagaimana akan ada anak bagiku ? Bukankah isteri ku telah mandul dan aku sudah mencapai umur yang sangat tua ? “.

Sebuah pertanyaan yang logis, bukan untuk meragukan kekuasaan Allah. Zakaria sangat yakin dan tidak ada keraguan sedikit pun tentang kemampuan Allah, ke Maha Kuasaan Allah. Tapi bagaimana caranya? karena sebab secara umum yang ia ketahui untuk bisa melahirkan keturunan sudah tidak di miliki oleh dirinya dan isterinya. Allah pun menegaskan “ Demikianlah, hal itu mudah bagi-Ku”.

Ya, dengan kekuasaan Allah maka itu perkara yang mudah. Bahkan Allah mengingatkan kalau dulu Allah telah menciptakan Zakaria dari tidak ada sama sekali menjadi ada. Allah tidak butuh sebab sebagaimana yang di sebutkan Zakaria untuk menghadirkan seorang anak. Allah tidak butuh itu semua ketika Ia telah berkehendak.

Jangan pernah mengungkung do’a, dengan logika berpikir yang kita bangun. Apalagi mengkotak kekuasaan Allah dengan sedikit pengetahuan kita tentang sebab dan akibat. Tetaplah berharap dan berdo’a, karena Allah tidak akan pernah mengecewakan kita dalam berdo’a.
Read More.. Read More..

Jumat, 08 April 2011

KEKUATAN AKTIFITAS ALAM

Hari-hari yang penuh dengan ragam aktifitas rutin dirasakan oleh hampir semua manusia. Respon terhadap gaya hidup manusia modern sebagai akibat tuntutan jaman yang kian cepat lajunya menjadikan manusia sekarang dituntut untuk lebih teratur mengatur alur dan ritme hidup keseharian mereka. Pola hidup keseharian dengan aktifitas yang terulang secara terus menerus dengan gaya dan warna yang sama menjadi hal yang tidak bisa dihindarkan.

Namun rutinitas yang berpola itu terkadang membuat kehidupan nampak datar dan membosankan. Sehingga kehidupan yang datar seperti itu memerlukan temuan-temuan kreatif agar dapat memberikan warna lain pada kehidupan yang dilalui.

Namun terkadang, seringkali improvisasi-improvisasi yang dilakukan untuk dapat mengisi suasana kehidupan yang mengejutkan, dilakukan dengan kejutan pula. Kita mungkin pernah mengalami hal semacam itu atau paling tidak, kita pernah melihat hal itu dilakukan oleh beberapa orang disekeliling kita. Namun, saat ini yang perlu kita lakukan adalah segera merapikan setiap kejutan-kejutan itu agar mengarah pada hal-hal yang positif. Hal-hal yang positif itu bisa kita namakan “kekuatan pengembangan karakter”.

Darimana munculnya kekuatan tersebut???.

Banyak cara telah dilakukan untuk membangkitkan kekuatan itu. Beragam metode banyak ditawarkan untuk mengembangkan potensi itu dan banyak sekali terobosan-terobosan yang dimunculkan untuk lebih memaksimalkan kekuatan itu. Kali ini, kekuatan itu bisa kita munculkan melalui alam yang membentang disekitar kita.

Alam sekitar merupakan guru yang memberikan pelajaran bagi setiap manusia. Alam dengan bahasanya sendiri mampu memberikan warna dalam pembentukan karakter seseorang. Alam bukannya bisu tetapi ia punya cara lain untuk berkomunikasi dengan manusia. Bahasanya hanya bisa dipahami oleh para ulil albab, yaitu mereka yang punya pengamatan kuat dengan akalnya untuk bisa memahami alam lewat tafakkur dan tadabbur.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَاماً وَقُعُوداً وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(QS. Ali Imran : 190 – 191 )

Tatkala Nabi kita Muhammad shallalahu alaihi wa sallam mengawali masa kecilnya tinggal di perkampungan Bani Sa’ad, melalui alam-lah Nabi kita pun belajar.

Menghirup udara yang sejuk dan segar, alam yang asri dan berseri dipandang mata, masyarakat yang akrab dan menghargai alam adalah beberapa hal yang turut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan karakter beliau. Di bani Sa’ad beliau belajar bahasa arab yang fasih lewat lingkungan alami yang jauh dari kebisingan dan hiruk pikuk alam perkotaan. Disana beliau akrab dengan hamparan rumput dan sekumpulan binatang ternak. Disana beliau dengan leluasa mengekspresikan kedekatannya dengan alam

Menengok kondisi tempat tinggal kita yang minim sekali alam yang asri, maka pertanyaanya adalah; bagaimana cara menghadirkan kembali suasana alami untuk proses pembelajaran???.

Semakin sempitnya lahan hijau akibat pembangunan gedung yang kian tidak terkendali, pola hidup masyarakat kota di kompleks perumahan, gempuran teknologi yang makin hari makin menggeser cara berinteraksi anak-anak dengan lingkungan sekitar adalah beberapa PR besar bagi para praktisi pendidikan.

Ada beberapa hal yang sudah dilakukan oleh para praktisi pendidikan kita sebagai hasil pengamatan dan observasi mereka sekaligus sebagai jawaban untuk mengatasi permasalahan krusial ini, diantaranya :

1. Menciptakan suasana pendidikan berbasis alam, yang sekarang ini terkenal dengan sebutan “Sekolah Alam”. Konsep sekolah yang menjadikan alam sebagai lingkungan belajarnya yang alami.
2. Menciptakan suasana pendidikan berbasis Kebun, yang hari ini dikenal dengan sebutan “ Sekolah Komunitas Kebon Maen”. Sekolah yang menjadikan kebun-kebun sebagai lingkungan belajar yang alami pula.
3. Menciptakan suasana pendidikan berbasis konsep terpadu, yang kali ini terkenal dengan sebutan “Sekolah Terpadu”. Konsep sekolah yang menjadikan paduan setiap unit pelajaran pada kehidupan nyata.
4. Menciptakan suasana pendidikan yang mempunyai kegiatan pramuka dan pencinta alam. Sekolah yang mengarahkan anak-anak untuk cinta lingkungan dan membangun ketrampilan hidupnya.

Semua itu tidak lepas pada alam yang diposisikan sebagai guru bagi anak-anak. Maka, ada irisan yang jelas untuk membangkitkan kekuatan itu, yakni melalui alam. Namun, kenapa alam menjadi kesepakatan sosial yang dilakukan oleh dunia pendidikan sebagai sarana membangkitkan kekuatan?. Karena alam merupakan pembelajaran yang nyata untuk bisa menyadari kebesaran Allah Sang Maha Pencipta, Firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih bergantinya malam dan siang bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dgn air itu Dia hidupkan bumi setelah matinya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan di antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berakal”.(QS. Al Baqarah : 164 )

Ayat yang mulia ini membawa fakta-fakta yang terpampang dari alam sekitar kita, menunggu perenungan dan tafakkur orang-orang yang benar-benar mencari kebenaran.
- Proses pergantian siang dan malam
- Bahtera yang sangat berat mampu mengapung dan melaju diatas lautan
- Air hujan yang membawa kehidupan setelah kematian
- Aneka ragam hewan menghiasi bumi yang terhampar
- Laju angin dan peredaran awan di udara
- Tanda-tanda bagi mereka yang berakal

Fakta-fakta itu akan lewat begitu saja atau sekadar dipahami sebagai proses alamiah oleh anak-anak didik jika para guru, pendidik dan pengasuh mereka tidak mengaitkannya dengan proses pembentukan karakter berbasis keimanan.

Maka jadilah alam ini hanya akan dipahami sebagai pelengkap kehidupan manusia semata. Sirnalah bahasa-bahasa isyarat yang sesungguhnya akan menjadikan mereka lebih menghargai alam jika saja mereka memahaminya. Dan para pendidik punya saham besar untuk menjadikannya dihargai oleh atau menjadikannya obyek yang dieksploitasi.

Selamat berjuang wahai para pengasuh pendidikan…….
Terus berkarya dan terus berikan keteladanmu pada generasi setelahmu agar mereka bisa melihat alam sebagai guru sebagaimana alam telah menjadi guru bagimu.

Curahkan kekuatanmu secara maksimal agar anak-anak di generasi setelahmu mempunyai mental yang kokoh sekokoh alam yang membentang dihadapanmu.
Read More.. Read More..

Rabu, 02 Maret 2011

Belajar dari Burung

Seekor burung. Tak punya akal layaknya manusia. Hidup di alam bebas. Tinggal di dalam sangkar buatannya yang mungil. Setiap pagi ia terbang dari sarangnya dalam keadaan perutnya yang masih kosong. Hinggap dari satu dahan ke dahan yang lain. Terbang dari satu pohon ke pohon yang lain. Mencari sesuap rizki Tuhan untuk dirinya dan untuk anak-anaknya yang ia tinggal di sangkar. Dengan telaten ia memintal daun demi daun. Barangkali Allah meletakkan rizkinya hari itu disana. Di tengah-tengah kesibukannya itu, ia masih sempat melantunkan kicauan tasbih yang menambah harmonika alam. Sangat syahdu.

Sore harinya, ia terbang dari ranah seberang, menyisir belantara pepohonan, pulang menuju istananya. 'Telihnya' sudah penuh dengan biji-bijian atau ulat-ulat yang seharian ia kumpulkan. Iapun membagikannya kepada anak-anaknya. Begitulah setiap hari ia menjalani aktifitasnya. Seperti itulah gambaran sikap tawakkal yang sempurna, sebagaimana telah diungkapkan oleh Rasulullah Saw:

"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sungguh-sungguh, maka Allah benar-benar akan memberimu rizki sebagaimana Dia memberi rizki kepada burung, yang keluar di pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di waktu petang dalam keadaan kenyang." (HR. Tirmidzi).

Burung telah mengajarkan pada kita konsep yang jelas tentang makna tawakkal. Gambaran inilah yang pernah Rasulullah Saw sampaikan kepada para sahabatnya ketika itu. Bahkan tidak tanggung-tanggung lagi, Rasulullah Saw menjamin dengan surga bagi siapapun dari ummatnya yang memiliki hati yang tawakal seperti burung.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda, "Ada kaum-kaum yang masuk surga, lantaran hati mereka seperti hati burung." Maksudnya adalah hati yang bertawakal pada Allah Ta'ala. (HR. Muslim).

Jika kita cermati dengan baik pesan Rasulullah Saw ini, maka kita akan mengetahui bahwasanya tawakkal itu juga harus diringi dengan ikhtiar. Bukan hanya semata-mata menyerahkan semuanya pada Allah, tanpa mau berusaha. Seperti layaknya burung diatas, untuk mendapatkan rizkinya ia juga keluar dari sarangnya, berpindah kesana-kemari, tidak hanya tinggal diam di sarangnya saja.
Orang yang tawakkal adalah orang yang melakukan sesuatu (berikhtiar) dengan menyandarkan segala bentuk kemungkinan yang terjadi dari ikhtiarnya tersebut kepada Allah.

Makhluk kecil itu telah mengajari kita sebuah pelajaran berharga dalam hidup ini. Sebuah sikap yang akan membawa kita menuju kedamaian hidup. Sebuah sikap yang akan membawa menuju kesempurnaan keyakinan kita kepada Sang Kuasa. Sungguh, keyakinan kita belum sempurna selama hati kita belum seratus persen bergantung pada-Nya. Hati kita masih masih mencari gantungan-gantungan selain-Nya yang sudah pasti lemah.

"Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui." (QS. Al-Ankabut: 41).

Ayat ini dengan sangat jelas menguraikan kepada siapa kita kembalikan urusan kita, sejelas sinar mentari di siang hari, tak ada yang tersembunyi. Jika kita gantungkan kepada Allah, maka sudah tentu Allah akan mencukupi kita sebagaimana janjinya dalam surat ath-Thalaq ayat tiga diatas. Tapi jika kepada selain-Nya, maka bersiap-siaplah untuk kecewa. Karena pada hakikatnya kita sedang bergantung di bawah serat-serat rumah laba-laba. Jangankan kita sentuh, terkena angin saja rumah laba-laba itu itu sudah bergoyang. Cukuplah kepada Allah kita kembalikan semua urusan
kita.cahayasiroh.com Read More.. Read More..

Rabu, 09 Februari 2011

3 Fase Kehidupan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallamsallam



(Sebuah Urutan Membangun Generasi)

Jika isi kurikulum pendidikan begitu berkualitas. Telah dikaji oleh para ahli. Dirumuskan dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu berlandaskan penilitian yang mendalam. Dalam rentang waktu yang tidak bisa dibilang pendek. Bukankah luar biasa kurikulum seperti ini?
Tetapi, bagaimana jadinya jika kurikulum yang sudah luar biasa itu disampaikan dengan urutan yang beracak. Tidak diperhatikan kapan ilmu tertentu disampaikan. Juga tidak dianalisa porsi sebuah ilmu diajarkan pada fase tertentu. Tidak jelas ilmu mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diakhirkan.



Hanya urutan. Hanya urutan...? Tidak hanya!
Bagaimana mau berhasil kalau kurikulum matematika kelas 1 SD umpamanya, diajarkan di kelas 6 SD. Dan sebaliknya, IPA kelas 6 SD dijejalkan di kelas 1 SD. Pelajaran fikih hudud (hukuman pengadilan) diajarkan di usia awal. Sementara menghapal al-Qur’an baru dimulai di usia senja (itupun kalau mulai).

Kurikulum dengan kualitas istimewa, seistimewa apapun pasti tidak akan menghasilkan generasi yang diharapkan jika tidak dipadu dengan urutan penyampaiannya. (Hanya) salah urutan.

Di sinilah pentingnya melihat urutan kehadiran manusia paling mulia, Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam dalam seluruh fase kehidupannya. Karena seluruh kehidupan beliau bukan saja menarik untuk dikaji tetapi selalu ada keteladanan dan pelajaran bagi kehidupan kita.
Jika dibagi secara garis besar, kehidupan Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam melalui 3 fase besar. Masing-masing fase menggambarkan dengan sangat gamblang urutan kurikulum melahirkan generasi peradaban mulia. Ketiga fase itu adalah:

1. 0 – 40 tahun Fase Persiapan
2. 40 – 53 tahun Fase Makkiyyah
3. 53 – 63 tahun Fase Madaniyyah

Fase Persiapan
Usia 0 – 40 tahun kita sebut sebagai fase persiapan. Karena Muhammad shallallahu alaihi wasallam mencapai puncak kehidupan pada usia kira-kira 40 tahun. Pada usia itulah beliau mencapai prestasi tertinggi manusia di muka bumi ini. Yaitu menjadi pemimpin bagi seluruh manusia di dunia dan akhirat; menjadi Nabi.

Risalah (Tugas Kerasulan) adalah merupakan hak penuh Allah subhanahu wata’ala untuk diberikan kepada siapa yang Dikehendaki. Sebagaimana firman-Nya,

اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ

“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Qs. Al-An’am: 124)

Membaca penjelasan shahabat mulia Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berikut ini, kita akan memahami ternyata hak penuh Allah subhanahu wata’ala tersebut tidak diberikan kepada sembarang orang.

عن ابن مسعود قال : إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِى قُلُوْبِ اْلعِباَدِ فَاخْتاَرَ مُحَمَّدًا - صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَبَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ وَانْتَخَبَهُ بِعِلْمِهِ ثُمَّ نَظَرَ فِى قُلُوْبِ النَّاسِ بَعْدَهُ فَاخْتَارَ لَهُ أَصْحَابًا فَجَعَلَهُمْ أَنْصَارَ دِيْنِهِ وَوُزَرَاءِ نَبِـيِّهِ

Dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya Allah melihat hati-hati hamba, maka Dia memilih Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Kemudian Dia mengutusnya dengan tugas kerasulan dan memilihnya dengan ilmu-Nya. Kemudian melihat hati-hati manusia setelahnya, maka Dia memilih baginya shahabat-shahabat. Maka Dia menjadikan mereka penolong agama-Nya dan pembantu-pembantu Nabi-Nya.” (ath-Thayalisi no. 246, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 1/375, dihasankan sanadnya oleh as-Sakhawi dan al-Albani dan dishahihkan oleh al-Hakim, disepakati oleh adz-Dzahabi, lihat silsilah al-Ahadits adh-Dhaifah no. 533)

Ternyata Muhammad shalallahu'alaihi wassallam dan para shahabatnya adalah pilihan di antara seluruh manusia. Faktornya satu; kebersihan hati.
Terbayangkan kah oleh kita, betapa beratnya membersihkan hati dan kehidupan di tengah carut marut sistim Jahiliyyah seperti Mekah ketika itu. Bukankah hari ini, di tengah masyarakat muslim ini banyak yang menyerah dalam pembersihan jiwanya dengan berdalih arus sistim sangat kuat.

Selain itu, sunnatullah bicara bahwa untuk menjadi orang besar memerlukan persiapan yang luar biasa. Apalagi ini adalah puncak kebesaran; menjadi seorang Rasul. Pasti bukanlah sebuah kebetulan, juga bukan ketidaksengajaan, apalagi tiba-tiba.

Untuk itulah 0-40 tahun usia Nabi adalah fase persiapan untuk menjadi orang besar.

Fase Makkiyyah
40-53 tahun adalah usia Nabi di fase Makkiyyah (Mekah). Rentang 13 tahun tersebut adalah sebuah fase membangun pondasi keislaman. Pondasi aqidah ataupun pondasi akhlak. Sebelum taklif (beban) Islam diberikan berupa ibadah dan aturan muamalah.

Inilah pondasi yang kokoh dengan kesabaran di rentang waktu yang tidak sebentar. Karena yang akan dibangun adalah bangunan Islam yang besar dan menjulang.

Berikut ini beberapa karakter fase ini:

1. Fase Mekah adalah fase ta’sis (pondasi permulaan).
* Semua nilai perjuangan yang mampu menjelaskan kata ta’sis akan menjadi karakter untuk masa ini. Bukankah Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak menghabiskan waktu dan potensi diri dan shahabatnya hanya untuk mendiskusikan politik Romawi dan persia sebagai penguasa bumi saat itu. Tetapi lebih sibuk membangun SDM pemimpin bumi saat nanti tiba masanya Islam Menggantikan dua imperium tersebut. Bukankah Nabi berikut shahabatnya tidak menghancurkan wujud patung-patung di sekitar Ka’bah, sebelum patung-patung itu hancur di hati masyarakat Mekah. Bukankah Nabi menyiapkan pondasi untuk seluruh rencana bangunan utuh peradaban Islam. Pondasi itu adalah aqidah yang murni dan kokoh, berikut akhlak yang berkilau penuh kemuliaan.
2. Dominan membangun manusia dibandingkan membangun sistim
* Sistim tetap dibangun oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam. Terutama sistim untuk pengamanan tunas dakwah yang rawan rontok karena arogansi kemusyrikan. Tetapi beliau tidak disibukkan membangun sistim sehingga melupakan tugas utama dalam membangun SDM. Nabi tidak mengajak shahabat berdiskusi tentang sistim negara Islam yang akan dibangun; ekonomi, politik, keamanan, pasukan dan sebagainya.
* Yang ada adalah membangun generasi yang beriman dengan iman yang lebih kokoh dari tancapan gunung. Berilmu yang lebih luas dari samudera yang masih bertepi. Bermoral yang kilaunya lebih memancar dari berlian.
3. Pembagian Fase Makkiyyah
* 13 tahun ini dibagi dua: 10 tahun untuk membangun pondasi SDM sambil mencari tempat. 3 tahun sisanya untuk menyiapkan tempat, sebagai permulaan membangun sistim kekuasaan.
* 10 tahun yang pertama dibagi dua: 3 tahun dakwah dari individu ke individu dan orang-orang terdekat tanpa mengumumkan secara terbuka konsep barunya. 7 tahun dakwah terbuka, menyampaikan ajaran Islam yang asing bagi masyarakat dengan semua resiko yang harus dihadapi.
4. Taklif ibadah ada, tetapi tidak melebihi kuantitas penanaman aqidah
* Tercatat hanya beberapa ibadah penting yang sudah diturunkan sejak di Mekah. Bahkan shalat 5 waktu yang wajib pun baru diturunkan perintahnya pada sekitar satu tahun menjelang hijrah; artinya setelah 12 tahun penanaman aqidah.
* Bisa dikatakan bahwa hikmah ibadah yang diturunkan di fase Mekah untuk melatih membawa beban. Karena kelak di Madinah, beban akan dipikulkan hingga yang terberat sekalipun seperti jihad. Mereka yang pernah berlatih dan terlatih, akan terasa ringan dengan beban berikutnya dengan tingkat resiko yang lebih tinggi.
* Ibadah di fase ini juga merupakan aktifitas spiritual mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebuah nilai mahal yang berfungsi untuk menjaga ketahanan iman dan kesabaran fisik selama masa tekanan di fase ta’sis.


Fase Madaniyyah
53-63 tahun adalah usia Nabi di fase Madinah. 10 tahun ini merupakan fase maksimalisasi taklif (beban ibadah), akad muamalah untuk kekuasaan dan penerapan sistim Islam.

Surat al-Baqarah mewakili suasana ini. Inilah surat yang pertama turun di fase Madinah (al-Athlas al-Tarikhi li Sirah al-Rasul, Sami al-Maghluts, Maktabah al-‘Ubaikan, h. 105). Al-Baqarah masih membawa suasana surat-surat Makkiyyah tetapi sudah dominan bicara tema-tema Madaniyyah yang baru.

Al-Baqarah satu-satunya surat Madaniyyah yang masih mencantumkan kisah-kisah umat terdahulu. Padahal kisah umat terdahulu adalah merupakan tema ayat-ayat Makkiyyah.

Al-Baqarah satu-satunya surat Madaniyyah yang masih mencantumkan kisah Adam dan Iblis, kisah pertarungan pertama antara al-Haq dan al-Bathil. Kisah Adam dan Iblis adalah merupakan tema yang dibahas di ayat-ayat Makkiyyah. (Lihat: Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Manna’ al-Qaththan, h. 59)

Sisa ayatnya lebih banyak tentang pembahasan khas Madinah berupa ibadah dan sistim muamalah dalam Islam. Shalat, zakat, puasa, haji dan umroh, hukum qishash, hukum halal haram, hukum khomr dan judi, larangan riba, hutang piutang, hukum sumpah, wasiat, hukum haidh, talak, masa iddah, khulu’, ila’, susuan, hukum seputar pernikahan dan juga perang.

Subhanallah, sangat luar biasa bukan, urutan al-Qur’an dalam membangun peradaban. Al-Baqarah yang mengakhiri sebuah fase masih mengingatkan tema terdahulu. Al-Baqarah yang mengawali sebuah fase membuka tema-tema yang merupakan konsentrasi fase ini.
Berikut ini beberapa karakter fase ini:

1. Membangun sistim negara menjadi konsentrasi awal fase ini
* Memaksimalkan fungsi masjid, mempersaudarakan sesama muslim dengan ikatan melebihi persaudaraan nasab belaka, membuat perjanjian dengan non muslim dalam kerjasama, membangun ekonomi umat.
* Kesemuanya adalah aktifitas Nabi di awal kaki beliau menapaki jalanan Kota Iman tersebut. Dan semua itu adalah variabel sebuah negara Islami.
2. Dominan taklif
* Madinah bukan lagi Mekah yang masih membangun pondasi. Masyarakat muslim telah siap. Siap untuk mendapatkan beban seberat apapun. Setelah tahun pertama digunakan untuk menanamkan variabel negara, tahun kedua adalah tahun turunnya taklif (beban ibadah). Terhitung pada tahun kedua ini perintah puasa diturunkan, zakat, hingga jihad. Karena masyarakat telah kokoh pondasinya, maka beban tak lagi menjadi beban. Beban yang bahkan bisa dinikmati.
* Tentu, tetap saja tema membangun aqidah dan akhlak merupakan hal yang terus diingatkan sepanjang fase Madinah. Tetapi, taklif adalah dominasi fase ini.
3. Pembagian fase Madaniyyah
* Fase ini bisa dibagi menjadi 5:
1. 1H: Menanamkan variabel penerapan sistim Islam dan kekuasaan
1. 2H – 5H: Masa perjuangan karena reaksi musuh Islam
2. 5H – 6H: Masa pertama musuh Islam mulai menyerah satu per satu
3. 7H: Masa ekspansi Islam lebih luas
4. 8H – 11H: Masa kemenangan dengan grafik terus meningkat

Sebuah strategi nabawi yang sangat rapi dan sistematis.
Kalau kita ramu ulang 3 fase tersebut akan menghasilkan poin sebagai berikut:
Bersabarlah diri dalam mempersiapkan diri. Karena Nabi shalallahu 'alaihi wassallam lebih banyak menghabiskan usianya untuk persiapan (40 tahun) di bandingkan perjuangan (23 tahun)

Yang bersabar dalam membangun diri menjadi mukmin sejati, tidak akan terjatuh saat memasuki hasil berupa kekuasaan dan harta. Bagi Nabi, shalallahu 'alaihi wassallam berbanding 13 tahun : 10 tahun.

Aqidah dan akhlak sebelum ibadah dan muamalah

Dengan urutan ini, tidaklah Rasul wafat kecuali Islam telah membuka seluruh jazirah Arab. Setelah sebelumnya hanya sebuah kota kecil yang bernama Madinah.

Inilah utuhnya. Utuhnya sebuah strategi dan urutan membangun peradaban sekaligus dalam mendidik generasi pembangun peradaban itu. Untuk sebuah hasil utuh dan maksimal. Agar hari ini kita mampu mengulang masa kebesaran shahabat Nabi.
Cacat pada sebagian urutan, akan berefek cacat pada sebagian hasilnya. Prosentase kegagalan dan lubang keberhasilan seiring sejalan dengan prosentase kegagalan dalam menerapkan urutan.

Kurikulum pendidikan bagi generasi kita hari ini yang ditugasi Nabi untuk mengembalikan masa kebesaran shahabat beliau dulu, harus mengikuti urutan tersebut.

Dari masa persiapan untuk kemapanan pribadi muslim, menuju perjuangan membangun pondasi aqidah dan akhlak pada diri dan masyarakat, hingga perjuangan menuju penerapan utuh sistim Islam dan kekuasaan. Untuk akhirnya meninggalkan dunia menghadap sang Robb dengan membawa amal shalih peradaban.
Read More.. Read More..

Minggu, 23 Januari 2011

Air


Seekor anak rusa tampak berlari kecil di tepian sungai. Ia melompat dari bebatuan satu ke bebatuan lain yang berserakan di sepanjang sungai. Rasa dahaganya yang begitu tak tertahankan tidak melunturkan niatnya untuk mencari mata air yang jernih. Karena di situlah, ia dan ibunya biasa minum.

Sayangnya, karena longsoran tanah tepian sungai, mata air tampak tidak lagi jernih. Warnanya agak kecoklatan. “Ih, kok tidak jernih,” ujar anak rusa sambil mencari aliran mata air ke arah aliran sungai.

Ia terus menelusuri aliran sungai yang berada lebih bawah dari lokasi mata air. Sayangnya, kian ke bawah, semua anak mata air yang ia temui berwarna sama: coklat keruh. Dan kian kebawah, warnanya lebih keruh lagi.


Kecewa dengan apa yang ia temukan, sang anak rusa pun berlari meninggalkan sungai menuju semak-semak di mana ibunya berada.

”Kamu sudah minum, Nak?” tanya sang ibu rusa ketika mendapati anaknya sudah berada di dekatnya.

”Belum, Bu,” ucap sang anak rusa tampak kesal.

”Kenapa? Kan kamu sudah tahu di mana mata air yang jernih itu berada,” sergah sang ibu rusa kemudian.

”Airnya keruh, Bu. Dan semua anak mata air yang berada di bawahnya pun sama, bahkan lebih keruh lagi,” ungkap sang anak rusa tidak mampu lagi menahan kekecewaannya.

Induk rusa pun menghampiri anaknya lebih dekat lagi. ”Anakku, kamu dapat pelajaran baru dari keruhnya mata air,” ucap sang induk rusa tiba-tiba.

”Maksud ibu?” tanya sang anak rusa begitu penasaran.

”Anakku, kalau mata air yang berada di bagian atas sungai keruh, semua aliran anak mata air di bawahnya akan lebih keruh lagi. Begitulah alam mengajarkan kita,” jelas sang ibu rusa diiringi anggukan anaknya.

**

Ada dahaga ruhani ketika kehidupan di negeri ini kian jauh dari kepuasan jiwa. Orang menjadi begitu jatuh cinta dengan dunia materi, dan tidak lagi perduli dengan orang-orang di sekitarnya.

Pada dahaga itu, orang pun merindukan sumber mata air ruhani nan jernih yang bisa memuaskan rasa haus mereka. Namun, ketika mata air yang berada di atas mulai keruh karena longsoran butiran tanah tepian sungai kehidupan, jangan kecewa ketika anak-anak mata air di bawahnya ditemukan jauh lebih keruh lagi.

Karena begitulah, Allah mengajarkan kita melalui alam ini. (muhammadnuh@eramuslim.com
Read More.. Read More..