Kegiatan dan Kiprahnya

Menjadi generasi robbani - Menjadi generasi robbani

Rabu, 26 Mei 2010

Pemuda Pembangkit Semangat Dunia Islam

Usamah bin Zaid ( Pemuda Pembangkit Semangat Dunia Islam)

Madinah murung. Mendung tebal serasa menyelimuti seluruh Kota Madinah. Suasana itu hadir di hati seluruh shahabat. Tanpa terkecuali. Semua menundukkan kepalanya. Semua meneteskan air matanya. Semua tersayat hatinya. Dunia kehilangan sumber cahayanya. Rasulullah mulia dipanggil oleh Rabnya.


Pemakaman Nabi menjadi klimaks kesedihan yang tak mampu diurai oleh kata-kata. Saat timbunan tanah, sedikit demi sedikit mengubur jasad mulia itu.

Dunia Islam berkabung.

3 mil dari suasana itu, tepatnya di Juruf (Dari Madinah arah ke Syam), seorang anak muda yang baru berusia 18 tahun menghentikan pasukannya. Pasukan itu telah disiapkan dan diberangkatkan oleh Nabi untuk berjihad melawan Romawi. Hawa sedih Madinah juga sampai kepada mereka. Perjalanan pasukan terhenti. Dihentikan oleh panglimanya. Usamah bin Zaid radhiallahu anhu, karena mendengar Rasul wafat.

Tetapi negara Islam segera sadar, tidak boleh larut dalam kesedihan berkepanjangan. Tugas-tugas besar menanti mereka. Untuk menjaga dan melanjutkan perjuangan Rasulullah. Negara Islam itu segera membaiat pemimpinnya. Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallah anhu.

Kini kendali di tangan Abu Bakar, termasuk pengiriman pasukan Usamah. Saat itu, masalah besar tengah menghajar dunia Islam. Seluruh wilayah Islam murtad. Tidak ada yang tersisa kecuali hanya 3 kota saja: Mekah, Madinah dan Thaif. Semuanya murtad, ada yang mengikuti nabi palsu. Ada yang memisahkan antara syariat shalat dan zakat.

Pengiriman pasukan Usamah ditentang oleh sebagian shahabat senior. Umar di antaranya. Dua pertimbangannya:

1. Usia Usamah yang masih terlalu muda (18 tahun)

2. Negara Islam sedang terancam dan Madinah memerlukan pasukan untuk menjaga eksistensinya dari kemungkinan serangan orang-orang murtad

Semua orang boleh menolak dengan alasan paling logis. Termasuk orang secerdas dan sehebat Umar. Tapi semua akan berhadapan dengan Abu Bakar. Termasuk Umar.

Siapa yang tak kenal Abu Bakar. Manusia nomer satu setelah Rasul. Abu Bakar tidak sedang menjadi diktator yang tidak bisa diberi masukan atau kritik. Tetapi inilah Abu Bakar dan rahasia mengapa dia yang menjadi shahabat nomer satu. Ittiba’ (mengikut semua yang disampaikan Nabi) tanpa kompromi. Bahkan tanpa logika. Karena ini wahyu. Datang dari manusia terbaik, Rasul terbaik dengan panduan langit.

Abu Bakar dan semua shahabat tahu bahwa pasukan Usamah adalah pasukan yang dibentuk oleh Nabi. Maka inilah ketegasan Abu Bakar yang tergoyahkan oleh apapun, “Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalaupun aku tahu bahwa binatang buas akan memangsaku, aku tetap akan memberangkatkan pasukan Usamah sebagaimana perintah Nabi. Walaupun tak tersisa di wilayah ini kecuali aku seorang diri, pasukan tetap aku berangkatkan!”

Umar sempat menjadi juru bicara masyarakat Anshar menyampaikan pesan kepada Khalifah Abu Bakar, “Sesungguhnya Anshar memintaku untuk menyampaikan kepadamu; agar engkau mengangkat panglima yang lebih tua usianya dari Usamah.”

Seketika Abu Bakar melompat dari tempat duduknya ke arah Umar sambil menarik jenggot Umar, “Celakalah kamu hai Ibnu Khattab. Dia itu diangkat oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan sekarang kamu memintaku untuk mencopotnya?!”

Begitulah, pasukan berangkat dengan diantar langsung oleh Khalifah. Pasukan yang dipimpin oleh panglima termuda itu bertugas selama kurang lebih 40 hari.

Pasukan melaksanakan tugas besarnya. Dimulai dari suku Qudha’ah yang murtad. Usamah menang dan mendapatkan ghanimah. Kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Abil. Kemenangan juga diraihnya dengan membawa pulang ghanimah.

Subhanallah, Usamah mampu membuktikan diri di tengah ketidakpercayaan publik. Anak muda yang baru berumur 18 tahun itu, telah mengukir prestasi internasionalnya.

Bukan hanya itu, dampak dari pengiriman pasukan ini justru di luar dugaan semua orang yang mengkhawatirkan Madinah. Masyarakat Arab yang menyaksikan pergerakan pasukan Usamah mengira Madinah mempunyai kekuatan yang tidak terukur jumlah dan kekuatannya. Buktinya, masih berani mengirim pasukan Usamah keluar Madinah di tengah pemberontakan aqidah berbagai wilayah khilafah. Masyarakat Arab yang tadinya berniat jahat, jadi mengurungkan niatnya.

Subhanallah. Sekali lagi subhanallah...

Usamah anak muda itu. Sekali jalan, mampu membungkam musuh negara Islam. Dan pulang dengan kemenangan besar berikut ghanimah. Kemenangan itu membangkitkan semangat membara yang menyala di hati setiap muslim di Kota Madinah.

Usamah anak muda 18 tahun itu telah menyumbangkan kebahagiaan dan semangat saat dunia Islam berkabung dengan wafatnya Rasul dan murtadnya sebagian besar wilayahnya.

Kemanakah Usamah-Usamah muda abad 21?

رضي الله عنك يا أسامة

(Semoga Allah meridhoimu, Usamah!) Read More.. Read More..

Gemilang Dalam Usia Belia


Nabi pernah mengingatkan kita tentang usia. “Umur umatku antara 60-70 tahun,” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah, Tirmidzi berkata: Hasan Gharib). Rata-rata usia umat Nabi ini jika diukur dengan usia umat terdahulu pasti sangatlah jauh. Bukankah dakwahnya Nabi Nuh saja 950 tahun? Dengan sangat pendeknya usia kita, maka pendek pula waktu yang kita punyai untuk berbuat dan mengukir prestasi di dunia ini. Peringatan ini disampaikan, agar kita sangat berhati hati dengan waktu yang berlalu tanpa karya . Mengingat tugas kita sebagai muslim sangat besar yaitu mengurusi bumi ini.
Itu artinya, kita dituntut untuk menjadi gemilang dalam usia belia. Tidak membuang waktu percuma. Dari sini kita semakin memahami hikmah besar dari ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk memperhatikan waktu dengan sumpah-sumpah Allah. Demi masa, Demi waktu dhuha, Demi malam jika menyelimuti, Demi siang yang menampakkan dan sebagainya.
Kita pun semakin mengerti mengapa orang beriman sejati ditandai dengan hilangnya kesia-siaan dalam hidupnya. Mari kita perhatikan ayat berikut,
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” (Qs. Al-Mukminun: 3)
Ayat ini langsung disampaikan setelah ciri pertama orang beriman adalah mereka yang khusyu’ dalam shalatnya. Bahkan kesadaran dan kemampuan membayar zakat baru disampaikan setelah ayat ini. Begitu pentingnya, tema menjauhi hal yang tiada berguna dengan dikedepankan langsung setelah shalat dan sebelum zakat.
Hal serupa diulang dalam ayat yang mengungkap ciri ‘ibadurrahman (hamba-hamba Allah Yang Rahman),
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (Qs. Al-Furqan: 63)
Orang-orang jahil yang banyak hidup dalam kesia-siaan, tidak ditanggapinya. Tidak mungkin ‘ibadurrahman berkumpul dengan orang-orang yang hanya membuang percuma hidupnya. Ayat ini bahkan menjadi ayat pertama yang menyampaikan tentang tanda-tanda hamba Allah yang Maha Pengasih.
Dalam hadits-hadits Nabi juga demikian. Tidak sedikit hadits yang mengingatkan agar kita tidak terjebak pada menghamburkan usia. Di antara sabda beliau yang singkat tetapi dahsyat adalah,
“Sebaik-baik keislaman seseorang adalah yang meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah)
Di zaman penuh dengan perhitungan materi ini, dikenal sebuah ungkapan nilai mahal sebuah waktu. Time is money, begitu kata mereka. Membuang waktu hidup sia-sia artinya membuang uang. Zaman akhirnya mencoba berbagai upaya melakukan lompatan potensi dan efektifitas segala hal. Agar hasil gemilang diraih dalam waktu tercepat dengan tenaga efektif.
Sistim pendidikan formal hari terus mencoba melakukan efektifitas itu. Tetapi sampai hari ini, kita yang mengikuti alur pendidikan formal dari awal hingga akhir, perlu waktu 16 tahun (SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, Universitas 4 tahun). Jika mulai masuk SD dalam usia 7 tahun, artinya kita baru keluar dari ruangan kelas dalam umur 23 tahun. Biasanya, setelah itu baru berpikir untuk berkarya dalam dunia nyata, ada yang berhasil tetapi tidak sedikit pula yang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ini belum dihitung jika dia mulai sekolah sejak usia balita dan selanjutnya TK, atau masih ditambah dengan pendidikan S2 dan S3. Panjang dan sangat panjang.

Menatap Dalam-Dalam Cermin Generasi Awal
Jika itu keadaan kita hari ini. Dan kita ada di dalamnya mengikuti arus dan alur tanpa ‘protes’ sedikit pun. Tanpa ada langkah nyata yang kita lakukan untuk menggeliat. Jangankan menggeliat, terpikir bahwa yang telah mengalir hari ini tidak maksimal pun, jangan-jangan tidak.
Agar kita terbangun. Terbangun untuk memperbaiki zaman ini. Terbangun bahwa ternyata sistim Islam benar-benar harus kembali hari ini. Terbangun bahwa memang tidak ada pendidik sejati seperti Rasulullah yang menjadi tonggal awal semua keberhasilan sistim produktif.
Sejarah Islam akhir zaman yang di mulai dari generasi Nabi Muhammad, telah membuktikan itu. Irit usia dengan segudang prestasi. Jika dirata-rata, beginilah urutan perjalanan usia di masa itu:
• 8 – 10 tahun : Hapal al-Qur’an 30 juz
• Belasan tahun : Hapal kitab hadits, belajar fikih, bahasa dan ilmu-ilmu lainnya
• 20 an tahun : Menjadi orang besar di masyarakatnya dengan prestasi gemilang
Inilah sistim yang pernah dibuat oleh umat Islam selama memakmurkan bumi dengan prestasi-prestasi yang sesungguhnya karya mereka lebih hebat dari karya para ilmuwan barat hari ini. Sungguh, begitulah bahkan ungkapan para ilmuwan barat sendiri, hari ini.
Dan inilah sebagian data para penghapal al-Qur’an di usia dini:
• Imam Syafi’i (150 H-204H) . Hafal Al-Quran ketika usia 7 tahun.
• Imam Ath-Thabari ( 224 H – 310 H), ahli tafsir . Hafal Al-Quran usia 7 tahun . Usia 8 tahun menjadi imam shalat. Menulis hadits usia 9 tahun.
• Ibnu Qudamah ( 541 H – 620 H). Hafal Al-Quran usia 10 tahun.
• Ibnu Sina ( 370 H- 428 H), Hafal Al-Quran umur 5 tahun.
• Imam Nawawi. Hafal Al-Quran sebelum baligh.
• Imam Ahmad bin Hambal . Hafal Al-Quran sejak kecil.
• Ibnu Khaldun ( 732 H- 808 H). Hafal Al-Quran usia 7 tahun.
• As-Suyuthi (w: 911 H), hapal al-Qur’an sebelum umur 8 tahun, umur 15 tahun hapal kitab al-Umdah, Minhaj al-Fiqh wa al-Ushul, Alfiyah Ibn Malik.
• Umar bin Abdul Aziz hapal al-Qur’an saat masih kecil
• Ibnu Hajar al-Atsqalani (w: 852 H) hapal al-Qur’an usia 9 tahun
• Jamaluddin al-Mizzi (w: 742 H), hapal al-Qur’an saat kecil
Amatilah nama per nama, maka akan kita menjumpai sebuah fakta istimewa. Bahwa ternyata menghapal al-Qur’an 30 juz di usia dini itu sudah merupakan sistim. Bahwa ternyata para penghapal al-Qur’an itu bukan untuk menjadi ahli agama. Lihatlah Ibnu Sina seorang dokter hebat yang bukunya masih menjadi rujukan di Eropa hingga abad 18 M dan diterjemahkan ke beberapa bahasa dunia. Lihatlah seorang Ibnu Khaldun sosiolog dan ekonom muslim yang teori-teorinya masih hidup hingga hari ini. Lihatlah Umar bin Abdul Aziz seorang pemimpin tertinggi yang fantastik, hanya dalam 29 bulan mampu menghadirkan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Ini bagian dari sistim yang harus dihadirkan kembali hari ini. Menghapal al-Qur’an adalah tangga standar yang harus dilalui oleh setiap generasi muslim, apapun keahlian mereka nantinya.
Dan inilah sebagian bukti kehebatan sistim Islam menghadirkan generasi hebat di usia belia:
• 11 tahun: Zaid bin Tsabit berhasil menguasai bahasa asing (Bahasa Yahudi) hanya dalam 17 hari
• 15 tahun:
- Abdullah bin Umar ikut dalam jihad pertamanya di Perang Uhud setelah sebelumnya di Perang Badar ditolak karena masih berusia 14 tahun
- Imam Syafi’i menjadi mufti
• 16 tahun: Zaid bin Tsabit ikut jihad pertama kali di Perang Khandak setelah ditolak pada Perang Badar karena usianya baru 12 tahun
• 17 tahun:
- Bukhari mendalami hadits dari para gurunya
- Abu Hamid al-Isfirayini menjadi mufti
• 18 Tahun:
- Usamah bin Zaid menjadi panglima perang melawan salah satu pasukan Romawi dan menang
- Aisyah menjadi guru besar bagi masyarakat sepeninggal Rasulullah yang berlangsung selama 47 tahun, setelah membuktikan diri menjadi pembelajar yang hebat pada usia 9-18 tahun
- Bukhari mulai menulis
• 22 tahun:
- Zaid bint Tsabit memimpin tim pengumpulan mushaf al-Qur’an di masa kekhilafahan Abu Bakar
- Sultan Muhammad al-Fatih menjadi sultan Turki Utsmani
• 23 tahun: Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Madinah
• 24 tahun:
- Fathimah meninggal dan telah melahirkan dan mendidik dua orang hebat dalam sejarah Islam Hasan dan Husain
- Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan benteng legendaris konstantinopel
Inilah produk sistim Islam. Yang muaranya adalah sistim yang digagas di Madinah langsung oleh pendidik terbaik sepanjang sejarah, Rasulullah.
Di awal semoga hadir pertanyaan: Kemanakah kita dan generasi kita pada usia-usia tersebut?
Selanjutnya semoga hadir pertanyaan: Mengapa kita tidak belajar langsung dari Madinah Rasulullah?
Dan akhirnya mudah-mudahan pertanyaan ini menyeruak kuta dalam setiap hati kita: Sistim seperti apakah yang dipakai Rasulullah? Read More.. Read More..

Hikmah dalam Berdakwah

Dakwah itu dapat diibaratkan sebuah tanaman unggulan. Agar menghasilkan buah yang istimewa maka haruslah ditumbuhkan dengan cara yang baik, dikembangkan pada tanah yang subur, disiram dengan air secara kontinyu dan penuh kesabaran, dirawat dengan penuh hikmah dan ketelatenan mengatasi ilalang-ilalang yang kadangkala tumbuh secara liar. Memangkas tanaman liar dengan tidak hati-hati dapat mengenai tanaman yang sebenarnya sangat kita jaga, sebaliknya membiarkannya tumbuh bersanding dengan tanaman kita bukanlah toleransi yang baik. Kombinasi yang baik antara pemilihan metode cocok tanam, pemilihan tanah garapan dan keuletan dalam pengelolaan dapat menghasilkan hasil yang istimewa dan memuaskan, yang tentunya sebanding dengan jerih payah dan usaha yang dikeluarkan.

Dakwah pada hakekatnya adalah mengajak orang untuk kembali kepada fitrahnya, mendekatkan dan mengakrabkan, mendamaikan dan mempersaudarakan. Bukan malah menjauhkan atau malah mencerai-beraikan. Dakwah yang berhasil adalah kembalinya seseorang kepada hidayah Allah dengan perantaraan seorang da’i. Keberhasilannya mengajak satu orang kembali ke jalan Allah itu lebih baik baginya ketimbang ia mendapatkan sesuatu yang sifatnya bernilai materi.

“ Ya Ali, seseorang yang mendapatkan hidayah Allah lantaran engkau adalah lebih baik daripada engkau memperoleh seekor unta merah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Tidak semua kebenaran yang disampaikan tepat sasaran seperti yang diharapkan. Kadangkala kebenaran itu kelihatan menakutkan bila disampaikan dengan memakai cara-cara yang tidak hikmah. Kemampuan tiap orang dalam mencerna kebenaran itu berbeda-beda dan tugas seorang da’i adalah menyampaikan kebenaran Islam itu dengan cara yang sesuai dengan kondisi masyarakat agar bisa diterima dengan penuh kesadaran. Tidak perlu memaksakan agar ia segera berubah karena tugas dia hanya penyampai bukan pemberi hidayah. Sebisa mungkin disampaikan dengan cara yang bijak dan sebisa mungkin tidak menghakimi.

Buah dari Kelemahlembutan

Pada suatu hari, saat Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya sedang berada di masjid, tiba-tiba datang seorang Arab Gunung (Badui) kencing pada salah satu bagian masjid. Melihat kelakuan badui ini para sahabat marah, bahkan ada sebagiannya yang hendak menarik dan menghajarnya.

“Mah! Mah!”, kata para sahabat menghardik si Badui agar tidak kencing di sana, namun tidaklah demikian dengan Rasulullah. Beliau melarang para sahabatnya berbuat kasar kepada si Badui ini dan menyuruh mereka membiarkan si badui menyelesaikan hajatnya. Setelah ‘buang hajat’nya selesai, dipanggilah orang itu. Dengan lemah lembut beliau berkata kepadanya, “Ini adalah Masjid, bukan tempat kencing dan buang kotoran. Sesungguhnya tempat ini untuk dzikrullah, shalat dan membaca al Quran”. Beliau kemudian menyuruh shahabat untuk menuangkan air pada bekas kencing orang tersebut.

Ternyata sikap dan tutur kata Nabi yang lemah lembut terhadap si badui itu menyentuh hatinya, sangat berbeda dengan para sahabat yang tampak begitu geram, dia kagum dan takjub dengan kehalusan budi pekerti beliau. Maka dengan kepolosannya ia berdo’a, “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhamad dan jangan rahmati seorang pun selain kami berdua”. Dalam doanya pun ia sempat menyindir para shahabat.

Dasar memang Badui! Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam mengingatkan orang ini dengan kelembutan. “Kenapa engkau menyempitkan sesuatu yang luas? Bukankah rahmat Allah itu luas?”. Demikianlah Imam Bukhari dan Muslim menukilkan peristiwa itu dari Sahabat Anas bin Malik.

Kesabaran dan Kelembutan

Kesabaran dan kelembutan adalah salah satu dari sekian banyak akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, bahkan terhadap mereka yang pernah menyakiti dirinya sekalipun. Beliau sangat memperhatikan lawan bicaranya dan sangat memahami bagaimana cara menyampaikan sesuatu tanpa harus menyakiti hatinya. Pribadi beliau yang lemah lembut dalam berdakwah, penuh hikmah adalah teladan bagi kita semua dan memang demikianlah hukum asal dalam berdakwah. Posisi para shahabat memang benar dalam rangka nahi mungkar, yaitu melarang seseorang kencing dalam masjid tetapi Nabi lebih memilih memaknainya sebagai amar makruf demi melihat si badui melakukan hal tersebut lebih karena kebodohannya. Dan hasilnya, hanya beliau yang didoakan si badui walaupun akhirnya ia juga berdoa untuk para shahabatnya.

Tidaklah kelembutan itu ada pada diri seseorang kecuali ia akan menambah daya pesonanya, membuat nyaman mereka yang ada disekelilingnya dan menjadikannya didengar perkataannya. Beliau bersabda,

“Tidaklah ada kelembutan pada sesuatu, kecuali ia akan membuatnya indah. Dan tidaklah tercabut dari sesuatu, kecuali akan menjelekkannya. (HR. Muslim)

“Barangsiapa yang terhalang berbuat kelembutan, maka akan terhalang dari kebaikan.” (HR. Muslim)

Bahkan Allah pun meniscayakan larinya manusia dari kebenaran lantaran disampaikan dengan cara-cara yang keras dan tidak hikmah. Mereka lari bukan karena menolak kebenaran tetapi cara si penyampai yang tidak berkenan di hati, menjadikan hati mereka berontak dan pada akhirnya lari dari kebenaran itu sendiri.

“Dikarenakan rahmat Allah-lah engkau berlemah lembut. Sekiranya engkau berhati keras niscaya mereka akan lari dari sekitarmu. Maafkanlah mereka dan mintakan ampun untuk mereka.” (QS. Ali Imran: 159)

Cara terbaik merebut hati manusia adalah dengan kelembutan. Kelembutan itu dari Allah dan letaknya itu ada dihati. Barangsiapa ingin menguasai hati manusia maka hendaknya ia meminta kepada Pemilik hati manusia agar ia dilunakkan hatinya agar melunak pula hati manusia kepadanya. Implementasinya adalah dengan menghadirkannya lewat ucapan dan perilaku sehari-hari.

Seperti apa dia ingin diperlakukan manusia seperti itulah yang harusnya ia lakukan. Dakwah bil hikmah idealnya adalah berprinsip; kembalinya manusia kedalam hidayah Allah adalah lebih baik daripada membiarkannya tetap berada dalam kesesatan, mendoakannya agar mendapatkan hidayah Allah adalah lebih baik daripada memohonkan adzab untuknya.

Kapan Harus Bersikap Lunak Dan Kapan Harus Bersikap Tegas

Sungguhpun demikian, sikap tegas bukan berarti tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Terkadang beliau pun bersikap tegas bahkan keras. Yang terpenting dalam hal ini adalah bagaimana cara memposisikan sikap yang sesuai dengan situasi dan kondisi.

Seorang da’i pada dasarnya bagaikan dokter dalam menghadapi pasiennya. Adakalanya ia memberikan obat dengan dosis rendah, bila belum membuahkan hasil ia naikkan lagi dosisnya. Namun pada kondisi tertentu, ia akan memberikan obat dengan dosis tinggi atau bahkan mengantarkannya ke meja operasi. Dan bila hal itu pun masih belum membuahkan hasil atau malah membahayakan organ yang lainnya, maka jalan terakhirnya adalah amputasi. Inilah sebenarnya fase dakwah bil hikmah yang harus dilakukan. Tepat dalam menempatkan sesuatu pada tempatnya, baik dalam ucapan maupun perbuatan. DIa tahu kapan ia harus bersikap lembut dan kapan harus bersikap tegas.

Kepada orang awam atau masyarakat yang menjunjung nilai kesopanan tidak perlu sikap keras, cukuplah dengan lemah lembut. Terburu-buru melabeli mereka dengan sesat atau ahli bid’ah bukanlah penyelesaian. Mereka yang awam mendasari perilakunya dengan ketidaktahuan, bukan keengganan menerima kebenaran. Boleh jadi nasehat yang baik yang kita sampaikan itu adalah hal tentang kebaikan yang pertama kali mereka terima. Sebaliknya sikap tegas dan keras diperlukan untuk menasihati seseorang yang pada dasarnya memiliki ketetapan dan keikhlasan dalam beragama agar tidak terjerembab lebih dalam lagi dalam kesalahan.

Nabi pernah sangat marah kepada Muadz bin Jabal radhiallahu anhu karena mengimami shalat dengan surat yang panjang sehingga ada salah seorang yang keluar dari jamaah dam memilih shalat sendirian. Ketika hal itu disampaikan kepada Nabi, beliau berkata : “Ya Mu’adz, apakah kamu mau jadi tukang fitnah?!”.

Shahabat sekaliber Muadz bin Jabal radhiallahu anhu tidak akan lari meninggalkan Islam hanya karena peristiwa itu, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya beliau menyadari kesalahannya dan makin mawas diri. Karena beliau tahu bahwa tidaklah Nabi menegurnya kecuali agar dirinya tidak larut dalam kesalahan, dan Nabi tidak pernah diam melihat kesalahan terjadi.

Mereka yang terlelap dalam kelalaian, tetapi dalam dirinya masih terselip kecenderungan untuk berbuat baik atau mereka yang hatinya tengah sakit membutuhkan shock terapy seperti ini sebagai pelecut semangat dalam mengikuti kebenaran. Disinilah keseimbangan dalam bersikap yang seyogyanya dimiliki oleh semua da’i dalam setiap dakwahnya. Dan diatas pemahaman inilah metode dakwah itu dibangun.

Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An Nahl : 125)

Para ulama tafsir telah banyak memberikan penjelasan artinya, para ulama fikih telah banyak menjelaskan hukum-hukumnya dan para penulis telah banyak memberikan pembahasannya, tetapi aplikatifnya tetaplah merupakan hal yang sangat dipengaruhi situasi dan kondisi dakwah itu sendiri. Dengan terus mengkaji dan menelaah pendapat para ulama, tentulah kita akan lebih dalam lagi memaknai ayat tersebut, tidak menjadikannya karet untuk membenarkan perilaku dakwah yang menyimpang dan tidak pula menyempitkan maknanya sehingga malah menjadikan dakwah ini kaku dan kelihatan menakutkan. Wallahu a’lam

Read More.. Read More..

AMAL-AMAL PRIORITAS di BULAN RAMADHAN

AMAL-AMAL PRIORITAS di BULAN RAMADHAN

E-mail Print PDF

hilalBulan Ramadhan. Bulan yang disambut oleh Rasulullah dan para shahabat dengan penuh kerinduan dan suka cita. Setiap hamba Allah yang beriman pastilah menginginkan agar Ramadhan ini menjadi lebih baik di banding Ramadhan-Ramadhan sebelumnya. Karena itu, kita membutuhkan pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang amalan-amalan apa saja yang menjadi prioritas di bulan ini. Jangan sampai kita asyik dengan amalan-amalan yang sebenarnya tidak menjadi prioritas atau bahkan tidak ada hubungannya sama sekali dengan Ramadhan.

Pertanyaan besarnya, apa sesungguhnya amalan-amalan di bulan Ramadhan yang menjadi prioritas.

SEBUAH KAIDAH

Untuk menjawabnya, kita harus melihat apa yang di sebutkan di dalam Al Quran. Al Quran mempunyai karakter dalam menyebutkan dan menjelaskan sesuatu. Tidak semua hal disebut dalam Al Quran. Tetapi satu atau dua hal yang disebutkan dalam Al Quran, maka hal tersebut yang paling istimewa di kelasnya.

Kita ambil contoh misalnya ketika kita bicara tentang sholat sunnah. Ada sekian banyak macam shalat sunnah; Rawatib, Dhuha, Qiyamullail atau Tahajud, Tahiyyatul Masjid dan sebagainya.

Pertanyaannya: Shalat Sunnah apakah yang disebut dalam Al Quran?

Jawabannya: Qiyamullail atau Tahajjud

Berikut ini ayatnya,

وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا

“Dan pada sebahagian malam hari bershalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al Isra’: 79).

قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا

Dan ayat berikut, “Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil”. (QS. Al Muzzammil: 2).

Dan ternyata, Rasulullah menyampaikan dalam sabda beliau,

أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ

“Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat di tengah malam.” (HR. Muslim & Ahmad)

Shalat tahajjud adalah salah satu jenis shalat sunnah. Dan inilah satu-satunya shalat sunnah yang disebut dalam Al Quran. Rasulullah telah menegaskan kepada kita bahwa inilah shalat sunnah yang paling utama. Ini menguatkan kaidah bahwa Al Quran tidak menyebutkan semuanya tetapi menyebutkan yang paling luar biasa.

7 AMAL PRIORITAS & UNGGULAN

Kini mari kita terapkan kaidah di atas untuk Ramadhan. Semua amal yang disebut dalam Al Quran adalah amal unggulan. Tentang Ramadhan, Allah uraikan dalam rangkaian ayat surat Al Baqorah : 183-187. Dan inilah amal prioritas dalam ayat per ayat tersebut:

1. SHIYAM / PUASA (ayat 183)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

2. FIKIH RAMADHAN (ayat 184)

فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ

Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah.”

Ayat di atas membahas sebagian dari fikih Ramadhan. Maka ini adalah bagian dari amal prioritas untuk Ramadhan kita.

3. SHADAQAH untuk FAKIR MISKIN (ayat 184)

فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

“…fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin

Orang miskin mempunyai tempat yang sangat lapang untuk menjadi tumpahan perhatian bagi mereka yang berkecukupan. Membayar fidyah adalah memberi makan orang miskin. Hukuman bagi suami yang mencampuri istrinya di siang hari Ramadhan, salah satunya adalah memberi makan 60 miskin. Zakat fitrah yang diwajibkan pada bulan Ramadhan adalah zakat tanpa nishab yang sengaja dikhususkan untuk orang miskin.

Ini sejalan dengan informasi para shahabat berikut ini tentang Rasulullah,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْرِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling dermawan dalam kebaikan. Dan menjadi lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan.” (HR. Muslim)

4. AL QURAN (ayat 185)

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ

…”Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).”

Sesungguhnya yang Allah inginkan tentang Al Quran di antaranya sebagai petunjuk. Sesuatu tidak akan menjadi petunjuk hingga dilaksakan isinya. Aktifitas membaca adalah awalan tetapi bukan segalanya. Memulai dari belajar membaca, kemudian memahami hingga melaksanakan

5. DOA (ayat 185)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

Setidaknya ada dua waktu istimewa yang mewakili malam dan siang hari di Bulan Ramadhan.

Pertama, waktu sahur. Ini adalah waktu istimewa untuk berdoa karena masih masuk dalam bagian sepertiga malam terakhir. Sebagaimana sabda Nabi tentang keistimewaan waktu ini,

ينزل ربنا كل ليلة إلى السماء الدنيا حتى يبقى ثلث الليل الآخر فيقول من يدعونى فأستجيب له من يسألنى فأعطيه من يستغفرنى فأغفر له (مالك ، وأحمد ، والبخارى ، ومسلم ، وأبو داود ، والترمذى ، وابن ماجه عن أبى هريرة)

“Rabb kita turun setiap malam ke langit dunia saat tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman: siapa yang berdoa kepada-Ku, Aku kabulkan baginya. Siapa yang meminta kepada-Ku, Aku beri. Siapa yang meminta ampun kepada-Ku, Aku ampuni.” (HR. Bukhari & Muslim)

Kedua, waktu puasa.

Sebagaimana sabda Nabi dalam hadits,

ثلاث دعوات مستجابات دعوة الصائم ودعوة المسافر ودعوة المظلوم

“Tiga doa yang dikabulkan: Doa orang berpuasa, doa musafir dan doa orang didzalimi.” (HR. Baihaqi dalam Syu’ab)

6. MEMPERBAIKI HUBUNGAN SUAMI ISTRI

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.”

Lebih dari itu, Allah menegaskan dalam kalimat setelahnya,

وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ

“Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.”

Para ulama tafsir menafsirkan kalimat (apa yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu) dengan (anak). Itu artinya, Ramadhan memberikan peluang besar terutama bagi mereka yang belum kunjung dikarunia keturunan. Ini resep Yang Maha Menciptakan manusia. Sayang, masih banyak muslim yang bergantung kepada manusia tetapi lupa Yang Maha Menciptakan manusia.

Inilah bulan yang seharusnya mampu merajut lembaran keluarga yang robek. Dan merenda agar semakin terlihat indah dan berwarna. Maka, penting sekali mempunyai program keluarga di bulan keluarga ini.

7. I’TIKAF

وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid.”

Dalam ayat ini tersebut kata i’tikaf. Rasulullah tidak sekalipun meninggalkan i’tikaf 10 hari terakhir di Bulan Ramadhan. Bahkan beliau beri’tikaf di akhir Ramadhannya selama 20 hari. Maka, pasti Ramadhan kita bermasalah ketika belum pernah sekalipun kita i’tikaf di bulan mulia ini.

Inilah 7 amal prioritas di Bulan Ramadhan. Semoga kini kita telah tahu fokus kita di bulan ini. Dan tidak digeser oleh sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan bulan Ramadhan.

Agar Ramadhan kita seperti Ramadhan Rasul dan para shahabat.

Wallahu a’lam

Read More.. Read More..

Kembali ke Masjid

Kembali ke Masjid

E-mail Print PDF

Masjid adalah proyek pertama yang dikerjakan oleh Nabi Shallahu alaihi wasallam setibanya beliau di Madinah. Bahkan ketika beliau singgah di Quba sebelum akhirnya tiba di Madinah, beliau masih menyempatkan diri untuk membangun masjid. Setelah masjid, barulah beliau mulai membuka pasar. Seperti filosofi ayat: Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. Akhirat, kemudian dunia. Masjid, kemudian pasar.

Sedemikian urgennya peranan masjid sehingga beliau memposisikan Masjid sebagai pondasi utama dalam membangun struktur masyarakat sebelum perangkat yang lainnya ada. Dari masjid lah kala itu instruksi-instruksi penting dikeluarkan, keputusan-keputusan besar dicetuskan dan ide-ide cemerlang bermunculan. Di masjid lah semua perselisihan didamaikan, semua problem diselesaikan dan semua keluhan didengarkan. Masjid adalah universitas orang-orang besar dan tempat berkumpul para pahlawan islam. Tengoklah masjid dan kenalilah para pejuang islam. Hadirlah ke masjid dan carilah bibit-bibit pahlawan Islam, karena Islam hanya akan menyematkan gelar kepahlawanan kepada orang yang hatinya terpaut dengan masjid. Jangan terburu-buru menyebut seseorang sebagai pejuang Islam bila ia hanya sekali dua kali saja menginjakkan kakinya di masjid.

Lain dulu lain sekarang. Yang dulu telah berlalu, dan yang sekarang tidak seperti yang diharapkan. Masjid, kini lebih semarak dengan ornamennya yang indah menawan, kaligrafinya yang berliuk-liuk mempesona. Berwibawa dengan menaranya yang menjulang, dan megah dengan kubahnya yang keemasan.

Tapi kenapa tidak mampu melahirkan generasi-generasi yang diharapkan? Pertanyaan besar yang harus dijawab dan dicarikan solusinya karena osteoporosis umat telah menjangkiti dan itu dimulai dari sini. Bila pada hari jum’at kaum muslimin sedemikian membludak sampai-sampai tak tertampung, dimanakah mereka pada saat adzan memanggil setiap harinya? Benarkah hati mereka tidak lagi terikat dengan masjid? Bila ya..kenapakah dan fenomena apakah ini? Allah telah menggariskan bahwa jika amar makruf ditinggalkan dan nahi mungkar diacuhkan kemudian syariat Islam diabaikan maka keberkahan bumi suatu penduduk akan dicabut. Bila keberkahan telah dicabut dari bumi penduduk suatu negeri berarti undangan untuk musibah dan bala’ telah dituliskan. Dan hal itu kini telah terjadi. Musibah yang datang silih berganti seolah sedang antri untuk unjuk gigi. Setelah musibah berlalu, mereka sibuk mencari dalang untuk ditumpahkan kepadanya semua kesalahan. Telunjuk mengarah kemana-mana bahkan alam pun turut disalahkan. Para pakar sibuk menganalisis, para pejabat sibuk mencari alasan dan rakyat sibuk menyalahkan. Tak seorang pun dari mereka yang mengarahkan jari telujuknya ke dadanya kemudian mengingat-ingat bilamanakah dirinya punya saham akan kedatangan musibah ini. Mereka tidak sadar bahwa satu maksiat yang mereka lakukan adalah satu undangan agar musibah datang.

Itulah cerminan individu yang terlanjur besar dan mekar bukan dari taman-taman masjid. Itulah kondisi riil yang sedang kita jumpai. Pemimpin yang selalu curiga kepada rakyatnya dan rakyat yang selalu mencaci maki pemimpinnya. Pemimpin yang acuh dan rakyat yang masa bodoh. Potret suram dari sebuah negeri kaum muslimin terbesar di dunia. Bukan salah langit yang diatas, bukan salah bumi yang dipijak, manusialah biang kerok semua musibah alam. Alih-alih menyadari kesalahannya, mereka malah mencari pembenaran dari tindakannya, “Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, Sesungguhnya mereka Itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (QS. Al Baqarah : 11-12)

Jika masjid diposisikan seperti peran aslinya, maka sesungguhnya harapan itu masih ada. Mereka yang berdiri di dalamnya akan berdiri sama rata. Tiada dipandang disitu pangkat, harta dan jabatan. Yang paling utama adalah yang paling merasa berdosa dan yang paling durhaka adalah yang merasa paling banyak pahala. Masjid akan menetralisir unsur-unsur kemunafikan yang merusak sistem kemasyarakatan. Satu-satunya tolok ukur di dalamnya adalah ketaqwaan. Sang pejabat tidak lebih mulia dari ajudannya, yang tua tidak lebih hina dari yang muda dan yang licin bajunya tidak lebih utama dari yang lusuh. Nuansa yang terpancar adalah hangatnya persaudaraan dan indahnya kebersamaan. Keberkahan seakan selalu mengiringi dan ketenangan serasa terus menyelimuti hati. Itulah sebenarnya kekayaan sejati.

Satu langkah menuju masjid bernilai kebaikan, tersenyum kepada kawan dalam perjalanan bernilai sedekah, bersalaman menghapuskan kesalahan, shalat sunah menyempurnakan yang wajib, shalat wajib memberatkan timbangan, dizikir menggugurkan dosa dan doa yang dilantunkan sebagai perisai jiwa. Iba mendengar kawan yang sakit kemudian mendoakannya bernilai kebaikan. Menjenguknya menghapuskan dosa, meringankan beban dan mengundang keberkahan. Langkah pulang kerumah kini terasa ringan. Dalam waktu yang singkat ia telah berinvestasi kebaikan yang luar biasa besar. Ada seribu satu kebaikan hanya dalam sekali kunjungan ke masjid. Kalikan lima, kemudian kalikan sepuluh, kemudian kalikan seratus dan boleh jadi hasilnya menjadi lebih banyak karena disitu pangkat kuadrat masih berlaku. Wallahu yudhoifu liman yasaa’ (Dan Allah melipatgandakan bagi yang Dia Kehendaki).

Dimulai dari hal-hal seperti inilah pribadi-pribadi luhur itu terbentuk yang selanjutnya bermetaforsis dengan dunia luar. Nuansa rabbaniyah tidak mudah luntur karena terus diperbaharui. Pikiran-pikiran picik tidak mudah merasuki karena terus dinetralisir, dan ide-ide cemerlang terus bermunculan karena terus mengalami pencerahan. Begitu shalat selesai ditunaikan maka keluarlah dari masjid pribadi-pribadi yang tangguh; para pedagang yang jujur, petani yang ulet, pemimpin yang amanah yang seluruh aktivitas hariannya senantiasa terkontrol. Rancangan atau cetak biru dari pola pembentukan umat ini sebenarnya sudah diwariskan oleh Rasulullah kepada kita berikut contoh keberhasilannya. Kita harus yakin dan harus sadar, bahwa kejayaan Islam hanya dapat diraih bilamana jalan yang kita tempuh adalah jalan yang sama yang telah ditempuh para generasi awal. Seperti halnya mereka memposisikan masjid, seperti itulah yang harus kita lakukan. Tradisi mereka yang menjadikan masjid sebagai universitas terbuka adalah sesuatu yang hilang dari masjdi-masjid kita. Masjid tak lebih hanya sebuah simbol eksisnya umat Islam di suatu wilayah bukan pertanda hidupnya denyut nadi ruh keislaman.

Idealnya, masjid yang dibangun haruslah menjadi sebuah wahana yang kondusif yang mampu melahirkan karakteristik pribadi muslim dalam rangka pembentukan ummat yang memiliki ketangguhan dalam menaklukan tantangan zaman. Amat disayangkan bila ada masjid berdiri disebuah wilayah, namun kontraproduktif dan tidak memiliki peran apa-apa terhadap ummat, apalagi jika masjid menjadi sumber perselisihan dan kericuhan. Siapapun yang menjadi aktifis masjid, haruslah mampu mengoptimalkan kesempatan itu, jangan jadikan masjid barang eksklusif, jangan disia-siakan dengan kegiatan-kegiatan yang laghwi alias sia-sia atau seremonial yang tidak membawa perbaikan. Semua kegiatan masjid harus punya misi yang jelas, target yang jelas dan dikelola secara profesional agar jelas juga, kearah mana sebenarnya umat ini akan dibawa. Siapapun yang hendak mendirikan masjid haruslah taqwa kepada Allah sebagai dorongan utamanya. Mereka yang mendasarkan kepada selain itu sama hal membangun sebuah kesia-siaan karena ia diibaratkan membangun bangunan besar dengan pondasi yang rapuh. Mereka yang menjadi aktifis masjid hendaklah taqwa sebagai motivasi utamanya, masyarakat yang mengadakan kegiatan di masjid hendaklah karena dasar taqwa, mereka yang menyumbang sesuatu untuk masjid hendaklah karena dasar taqwa dan mereka yang duyun-duyun untuk menyemarakkan masjid pun harus karena dasar taqwa. Intinya, semua hal yang berkaitan dengan masjid haruslah karena dasar ketaqwaan kepada Allah dan semata-mata karena mengharap keridhaan-Nya. “Maka apakah orang-orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan-(Nya) itu yang baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam”. (QS. At Taubah : 109)

Read More.. Read More..

Kunci Kemenangan Kaum Muslimin atas Yahudi

Hendaknya kaum muslimin menyiapkan diri-diri mereka secara aqidah dan manhaj, dengan berangkat dari kitab Rabb mereka dan sunnah Nabi mereka, serta jalan yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan para shahabatnya ra dan jalan yang ditempuh para pengikut mereka dalam kebaikan dari para tabi’in terbaik dan para imam petunjuk dan agama, karena sesungguhnya inilah wasilah (sarana) paling agung untuk kemenangan kaum muslimin atas musuh-musuh mereka, dan wasilah paling agung bagi keluhuran nilai kaum muslimin, kebahagiaan mereka, dan kemulian di dunia dan akhirat.

Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian telah berjual beli dengan cara ‘inah, disibukkan oleh ternak dan tanaman, dan kalian tinggalkan jihad di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian. Allah tidak akan mencabut kehinaan itu dari kalian sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya no 3462, Baihaqi dalam Sunan Kubra 5/316, dan Thabrani dalam Musnad Syamiyyin hal 464 dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Silsilah Shahihah 11)

Hendaknya mereka bersihkan tangan-tangan mereka dari hawa-hawa nafsu, bid’ah-bid’ah dan ta’ashshub (fanatisme) terhadap kebatilan dan pemilliknya. Kemudian, hendaknya mereka berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempersiapkan diri secara materiil dari berbagai macam persenjataan dan hal-hal yang berhubunngan dengannya serta kewaspadaan dan latihan militer, sebagaimana diperintahkan Allah dan RasulNya. Allah SWT berfirman:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan musuh kalian”. (QS. al-Anfaal: 60)

Kekuatan di dalam nash diatas meliputi setiap kekuatan yang menggentarkan musuh dari berbagai macam persenjataan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah melempar”. (Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya 3/13, Tirmidzi dalam Jami’-nya 5/270, dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya 2/940 dan dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahihul Jami 2633).

Dan melempar disini meliputi semua senjata yang dilempar, semuanya ini wajib diusahakan dengan industri, atau jual beli atau dengan cara yang lainnya. Read More.. Read More..